Judul Buku: Teman Dalam Penantian
Penulis: Mas Udik Abdullah
Penerbit: Pro-U Media – Yogyakarta
Cetakan: 1, 2010
Tebal: 188 Halaman
Penulis: Mas Udik Abdullah
Penerbit: Pro-U Media – Yogyakarta
Cetakan: 1, 2010
Tebal: 188 Halaman
“Ya Allah, Jika jodohku masih
jauh, maka dekatkanlah
Jika sudah dekat, maka satukanlah kami dalam ikatan suci
Dan jika ini merupakan ujian buatku, damaikanlah hatiku dengan ketentuan-Mu”
Jika sudah dekat, maka satukanlah kami dalam ikatan suci
Dan jika ini merupakan ujian buatku, damaikanlah hatiku dengan ketentuan-Mu”
Cover
Buku "Teman dalam Penantian"
Sebait doa indah, mengantar kita
menyibak helai demi helai buku mungil ini. Buku yang dibuat atas dasar cinta
dan empati teramat dalam sang penulis, mengenai fenomena jodoh dan bagaimana
seorang muslim yang dalam masa penantian seharusnya menyikapinya.
Persoalan
jodoh memang bukan perkara gampang. Ketetapan Allah SWT berada di atas
segala-galanya. Dan masalah menikah bukan hanya sekedar bersatunya dua insan,
namun menjadi sempurnanya dien seorang mukmin. Sebuah sunnatullah yang begitu
dianjurkan oleh tauladan kita, Nabi Muhammad SAW. Sebuah ikrar suci yang Allah
janjikan dapat menenteramkan hati anak Adam. Fitrah manusia yang memang dibekali
cinta dan diciptakan berpasang-pasangan, seperti tertuang dalam:
“Dan
segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.” (QS. Adz Dzariyat: 49)
Maka
siapa yang tidak mendambakannya? Siapa yang tidak ingin menyegerakannya?
Terkhusus bagi para jomblo-ers yang sudah berada di usia
kritis. Di saat semua persiapan di rasa sudah cukup, baik lahir maupun batin.
Namun jodoh yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Waktu demi waktu bergulir,
dalam penantian yang tak jelas kapan akan berakhir. Akankah berakhir di dunia?
Atau nanti, baru akan di beri ketika berada di surga-Nya?
Fenomena galau dalam
masa penantian sudah bukan hal yang asing lagi, dan tak jarang para penanti ini
terjebak dalam pikiran-pikiran yang melemahkan iman. Bahkan tak jarang yang
berputus asa hingga akhirnya menyerah. Tak jarang ada yang menggadaikan
keshalihannya karena sudah tidak kuat lagi hidup sendiri. Berangkat dari
kekhawatiran inilah, Mas Udik Abdullah menuangkan nasihat panjangnya dalam buku Teman
Dalam Penantian. Sebuah wejangan penuh makna dari seorang Kakak dan seorang
anak manusia, yang juga pernah berada dalam masa penantian. Tiga tahun waktu
yang diperlukan untuk meramu buku ini, hingga benar-benar bisa menjadi sahabat
setia dan penguat bagi setiap insan yang tengah menanti datangnya sang pujaan
hati.
“Jika
kebahagiaan ibarat sinar matahari dan kesedihan ibarat rintik air hujan.
Sungguh kita memerlukan keduanya untuk melihat indahnya pelangi.” (63)
Sabar
dan berbaik sangka kepada Allah, inti utama dari pesan yang ingin disampaikan
oleh Mas Udik. Karena bagaimanapun, Allah lah yang paling tahu, yang terbaik
bagi umatnya. Allah yang paling paham, atas skenario yang telah ditulis-Nya
untuk kebaikan setiap umat. Tidak ada sesuatu pun yang Allah ciptakan sia-sia,
selalu ada hikmah dari segala kehendak-Nya. Dan satu yang harus diyakini
oleh setiap insan yang menunggu, bahwa cepat atau lambat, jodoh itu akan
datang. Fatimah RA, wanita penghulu surga menikah pada usia ke-40 tahun
dan Ummu Aiman ibunda Usamah bin Zaid menikah pada usia yang ke-50 tahun. Tak
ada keraguan dari keshalihan mereka, bahkan Fatimah RA merupakan sosok business
women yang disegani. Namun Allah punya ketetapan-Nya sendiri.
Turut
diceritakan dalam buku ini, seorang akhwat yang ta’aruf sebanyak 25 kali dan
kesabarannya berbuah setelah ta’arufnya yang ke 26. Bagaimana dengan para
penanti lainnya? Sudah berapa kali ta’aruf yang dijalani? Dan mengapa sudah
berputus asa bahkan sampai menghujat Allah tidak adil? Padahal boleh jadi, apa yang
baik menurut kita, tidak baik menurut-Nya. Mengapa tidak bisa perpasrah diri
dengan apa yang diinginkan-Nya? Mengapa justru memberi ruang, bagi setan-setan
untuk memainkan iman?
Seolah
paham dengan gejolak yang dialami para lajang-ers, Mas Udik membocorkan
beberapa tips untuk mengurangi keresahan hati, yakni dengan:
1.Mendekatkan
diri kepada-Nya;
“Allah
yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam hati, melimpahkan Kasih
Sayang-Nya dengan menganugerahkan nikmat jodoh pada keduanya berkat ketulusan
hati mereka dalam meningkatkan iman dan takwa,” (98).
2.
Memperbanyak dzikir;
“Dengan
memperbanyak dzikir hati akan dilapangkan oleh allah, sehingga tidak lagi
terhimpit oleh rasa sesak dengan prasangka yang bukan-bukan kepada Allah,”
(103).
3.
Memperbanyak doa;
“Doa
mampu membesarkan jiwa, menumbuhkan harapan, menghilangkan gelisah dan
menenangkan batin. Dan dengan doa pula, akan ada jalinan mesra dengan Sang
Pemilik alam raya,” (108).
4.
Mendirikan shalat ketika beban terasa berat;
“Setiap
keresahan datang biasanya menjadi berkurang bahkan hilang segala kegundahan
hati,” (122)
5.
Silaturrahim;
6.
Bersyukur karena nikmat yang diterima lebih banyak, dari pada hanya berfokus
pada jodoh yang tidak kunjung datang;
7.
Memperbanyak baca Al Quran;
“Mulailah
dengan rasa rindu pada Allah, sehingga bacaan menjadi terasa syahdu di hati.
Insya Allah hati menjadi tenang dan tenteram,” (138).
8.
Perdalam ilmu;
“Gembirakan
hatimu, boleh jadi jodoh yang datang terlambat merupakan jalan untuk menaikkan
derajatmu di sisi Allah,” (140)
9.
Menghibur diri dengan makanan;
Bagian
akhir buku ini, kaya dengan nasihat tentang bagaimana memanfaatkan waktu yang
dimiliki dalam masa penantian, dan merapikan kembali niat kita dalam menikah.
Apakah kita menikah agar kita senang, atau agar Allah senang? Jika yang kita
ingin Allah senang, maka apapun ketetapannya seharusnya membuat kita bahagia
dan tetap optimis. Kriteria-kriteria yang selama ini mungkin menjadi
penghalang datangnya jodoh, sudah saatnya diselaraskan dengan tujuan utama menikah.
Dan yang terpenting tetap merawat dan meningkat pesona diri, lahir dan batin.
Sayangnya,
sejumlah kisah yang hadir dalam buku ini, kurang dikupas begitu dalam. Mungkin
Mas Udik tak ingin ber-mellow-mellow ria atau mengeksploitasi pengalaman
lika-liku pencarian jodoh nara sumbernya. Namun kisah yang utuh dan menyentuh,
sebenarnya bisa jadi kekuatan buku ini dan sumber kekuatan bagi para
pembacanya, yang bisa diprediksi mayoritas di antaranya adalah akhwat.
Overall, buku ini sangat layak untuk dijadikan teman dalam
penantian yang memang acap kali menguji iman. :)
Ikhwan : Ehemmmm.......jadi pengen
BalasHapus