SOLO,
muslimdaily.com – Setiap pergantian Presiden,
kurikulum sekolah selalu bergonta-ganti. Akibatnya guru ataupun siswa
kebingungan dalam menerapkannya. Belum lagi kualitas yang dihasilkan jauh dari
nilai-nilai norma yang ada. Rusaknya moral dari pelajar menjadi cermin dari
kualitas kurikulum yang ada.
“Di
negeri ini waktu menuntut ilmu terlalu lama dari SD hingga S1, namun output
yang dihasilkan tidak ada. Mahasiswa lulus masih bingung mau apa” ujar Ustadz
Budi Azhar saat menjadi pemateri di acara talk show “Parenting Nubuah,
Sosialisasi Kurikulum Kuttab Metode Pendidikan Islam Tempo Dulu Yang Sederhana
Namun Berkualitas”, di Gedung Graha Saba Buana, Solo pada hari Kamis (19/2).
Menurut
ustadz yang juga ahli dalam sejarah ini, kesalahan dari pendidikan di negeri
ini adalah sumber literaturnya. Sampai saat ini dunia pendidikan Islam
kebingunan saat ditanya siapa bapak pendidikan Islam hari ini. Hal ini terjadi
karena semua literatur yang digunakan dalam pendidikan Islam bersumber pada
tokoh-tokoh yang bukan Islam. Sebut saja seperti Bapak Pendidikan Modern Jhon
Amos Comenius yang menjadikan Al Kitab sebagai rujukannya. Anehnya dia lahir
pada abad 15.
“Terus
sebelum abad tersebut, disebut pendidikan apa?” ujar Ustadz Budi Azhar kepada
seorang Doktor pendidikan yang juga kebingungan tak bisa menjawab.
Dalam
penyampaiannya, kurikulum pendidikan saat ini sangat kacau dibanding beberapa
waktu yang lampau. Dulu seorang guru sangat dihormati siswanya. Saat ini jika
ketahuan guru galak maka dipenjara. Ada seorang guru gara-gara mencubit anak
didiknya karena keterlaluan malah dilaporkan ke DPRD.
Budi
juga mengkritik umat Islam yang sering berteriak Al Quran dan Sunnah menjadi
rujukan segalanya, namun dalam hal kurikulum pendidikan hal itu tidak dilakukan
bahkan ditaruh dibagian ujung. Ini sesuai dengan kondisi saat ini,
sekolah-sekolah Islam yang ada, seperti SD lulus kelas 6 hanya mampu menghafal
1 juz saja.
Istilah
tabularasa bahwa anak itu lahir seperti kertas putih juga sempat ia kritik.
Pendapat demikian sangat kurang pas. Sebab seorang manusia atau bayi lahir
sudah diberikan iman tidak kosong.
Hari
ini dunia pendidikan lagi gencar-gencarnya membicarakan masalah karakter.
Seperti sikap budi pekerti, peduli, kasih sayang dan lain sebagainya. Islam
sangat menguasai terori tersebut. Berapa banyak ayat dalam Al Quran yang
menjadi teori dalam hal tersebut begitu pula dalam hadits.
Banyaknya
teori yang diberikan dalam mengajar menjadikan anak-anak kita terbebani.
Harusnya kurikulum yang ada dibuat sesederhana mungkin sehingga anak-anak
menjadi lebih cerdas dan pintar. Dalam sejarah Islam, ustadz Budi menerangkan
bahwa saat kejayaan Islam, seorang remaja berusia 15 tahun yang bernama
Muhammad Al Fatih, sudah menjadi wali kota . Dan saat usianya menginjak 22
tahun, ia menjadi khalifah. Ibnu Sina menjadi seorang dokter diusia 17 tahun.
Begitu pula Imam Bukhori menjadi ahli Hadits pada usia 17 tahun.
“Di
Indonesia lulus kuliah usia 20 tahun masih bingung mau melakukan apa,” ujar
ahli sejarah Islam tersebut.
Untuk
itulah melalui Kuttab Al Fatih yang didirikannya di Depok, Ustadz Budi Azhar
ingin mengembalikan kejayaan kurikulum pendidikan Islam dimasa lalu yang telah
terbukti banyak menghasilkan generasi-generasi pilihan.
Konsep
utama dari Kuttab sendiri adalah anak diawali dengan mempelajari Al Quran dan
Hadits mulai usia 5 hingga 14 tahun. Sedangkan ilmu lain seperti sains,
matematika ataupun yang lainnya bisa disisipkan disela-sela pembelajaran wajib
Al Quran dan Sunnah. Hingga kini Kuttab Al Fatih memiliki cabang 10 sekolah yang
tersebar di beberapa kota di Indonesia.
Namun
dalam hal ini Ustadz Budi Azhar berpesan kepada siapa saja yang ingin
mendirikan Kuttab agar jangan berpikir bisnis.
“Jika
berpikir berapa lama BEP nya maka bertobatlah,” tambahnya.
Budi
juga memberikan solusi terkait pembiayaan operasional yaitu dengan bekerjasama
dengan para donatur agar mau mewakafkan dananya. Dimasa lalu pembiayaan Kuttab
bisa melalui pendanaan dari pemerintah namun dana terbesar tetap dari wakaf.
Ia
juga menambahkan gaji pengajar dimasa lalu mencapai 11 Dinar jika dirupiahkan
mencapai 22 juta. Hal inilah yang bertolak belakang dengan kondisi saat ini.
Sekolah-sekolah Islam yang katanya unggulan biaya masuknya mencapai belasan
juta namun gaji dari gurunya tak sampai 1 juta kalah dibanding tukang bangunan.
Dalam
sesi sebelumnya, Ustadz Syihabudin Al Hafidz, Mudir Ponpes Isykarima
Karanganyar yang menjadi pembicara pertama, memberikan meteri dengan tema
“Peluang dan Harapan Masa Depan seorang Hafidz Quran.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar